Buchori, dari Sopir Taksi Jadi Juragan Roti
Sempat mengecap pengalaman menjadi sopir taksi, dan gonta-ganti aneka macam usaha sampai bangkrut, kini Buchori (40) sukses menjadi juragan roti. Sekarang, ia mempunyai enam outlet roti Aflah. Namun, itu tidak dicapainya dengan kerja sistem instan.
Enam outlet-nya, dua berada di Yogyakarta dan Purworejo, serta satu outlet tersebar di Purwodadi, dan Kutoarjo. Untuk oulet di Yogyakarta, berada di Jalan Nyi Ahmad Dahlan dan di rumahnya, Dusun Sorobayan, Kecamatan Sanden, Bantul.
Karena tuntutan pemenuhan ekonomi keluarga, sejak duduk di bangku SMA, Buchori selalu nyambi kerja. Dari usaha sablon, berjualan pakaian, stiker, hingga pernak-pernik. Selama kuliah di Jurusan Dakwah di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, ia berkelana sebagai sopir taksi di Yogyakarta. Dengan penghasilan yang tidak tentu, Buchori nekat menikah.
Terlalu capek nyopir, di kampus sebagai aktivis, dan berkecimpung di beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), Buchori menjadi malas kuliah. Alasannya, kuliah kebanyakan mengajarkan teori bukan praktik. Alhasil ia cabut, meski sebenarnya tinggal mendaftar wisuda. "Saya masih heran, kok dulu bisa masuk Fakultas Dakwah, ya?" ujarnya.
Bersama istri, ia lantas pindah ke Pemalang, Jawa Tengah, dan membuka beberapa usaha. Mulai dari keripik aneka rupa, hingga roti. Semuanya tak bisa dibilang sukses. Namun, yang paling monumental adalah apa yang dilakukan dengan sisa tabungannya.
"Uang tinggal Rp 40 juta, tahun 2003 saya nekat pergi haji sendiri, dengan pesan ke istri bahwa suatu saat saya janji memberangkatkan dia untuk haji juga. Ketika pulang, uang tabungan tinggal Rp 4 juta. Banyak orang bilang saya sudah gila," katanya.
Namun, yang dipercayai adalah dorongan naik haji amat kuat. Seperti ada suara Tuhan bahwa dengan berhaji, hatinya tenang dan semua usaha akan dimudahkan. Pilihan usaha kini jatuh ke pembuatan roti. Buchori mengontrak rumah di Sorobayan.
Langkah pertamanya sebagai strategi berjualan adalah mendatangi teman-teman kuliah, aktivis, dan saat di LSM. Kartu nama pun disebar. "Karena belum mempunyai motor, untuk wira-wiri ya memakai angkutan umum. Kalau dekat naik sepeda," papar dia.
Aflah, nama roti usahanya itu, mengkhususkan diri membuat roti-roti seperti mandarin, lapis legit, dan roll cake yang dikemas dalam kotak kardus. "Saya bukan menjual roti yang dikemas satu-satu. Kalau seperti itu, untungnya kecil dan menjualnya lama. Jika jualannya roti kardusan, lebih menguntungkan," kata Buchori, bapak dua anak ini. Dalam sehari, produksi Aflah sekitar 1.000 dus.
Menariknya lagi, Buchori mengaku tak pandai membuat roti. "Lha semua akhirnya saya serahkan kepada karyawan. Mereka yang sekarang membuat roti. Saya tinggal memantau dan memikirkan kira-kira masyarakat akan suka roti apa, dan menyampaikannya ke mereka. Karyawan saya malah lebih lihai membuat roti, ha-ha-ha," ujarnya.
Comments
Post a Comment